Penulisan Karya Ilmiah



KEEFEKTIFAN MEDIA MONOPOLI DESICAPER (DESIMAL, PECAHAN, PERSEN) PADA MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI YOSOREJO TAHUN 2018



1.      Pendahuluan
            Pendidikan merupakan tuntutan kodrat manusia. Pendidikan ada dan terjadi dalam kehidupan manusia. Kualitas sumber daya manusia suatu bangsa dapat ditinjau dari pendidikan. Apabila pendidikan suatu bangsa baik maka kualitas sumber daya manusia bangsa tersebut baik. Sebaliknya, apabila pendidikan suatu bangsa belum baik maka kualitas sumber daya manusia tersebut belum baik. Maka dari itu, pemerintah Indonesia menyelenggarakan pendidikan formal dengan mendirikan sekolah-sekolah formal untuk mengembangkan  kemampuan dan  membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam  rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian sumber daya manusia bangsa Indonesia terarah pada kualitas sumber daya manusia yang baik
            Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 dalam Soegeng (2013: 55) menyebutkan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperluakan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
            Kutipan di atas menyimpulkan bahwa, pendidikan dilakukan dengan kesadaran dan terencana salah satunya adalah untuk mengembangkan potensi diri siswa bagi bangsa dan negara. Pendidikan di sekolah dilaksanakan melalui proses pembelajaran dengan mengikuti kurikulum yang berlaku sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ada. Dalam hal ini antara negara dengan pendidikan berpengaruh untuk menunjang proses mencerdaskan bangsa. Berkaitan antara pendidikan dengan negara, tujuan pendidikan menurut Aristoteles (384-332 SM), bahwa
“Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia menjadi warga negara otonom, yang dengan kehendak bebasnya mampu memilih para pemimpin yang akan mengatur kehidupan masyarakat.”
            Kutipan diatas menunjukkan, bahwa pendidikan merupakan proses dinamis, pembentukan diri terus-menerus (ongoing formation) untuk menjadi pribadi yang berkualitas, utamanya secara moral. Jadi tujuan pendidikan tersebut bersifat demokratis. Sehingga tujuan pendidikan suatu negara juga bergantung dari cita-cita suatu bangsa tersebut. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.  Dalam hal ini kecerdasan perlu dimaknai secara luas, bukan saja kecerdasan intelektual, melainkan juga kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan religius.
            Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
            Salah satu mata pelajaran di pendidikan jenjang dasar yaitu matematika. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.
            Hakikat matematika menurut Soedjadi (2000), yaitu
“matematika memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola piker yang deduktif”.
            Siswa Sekolah Dasar umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
            Mata pelajaran matematika merupakan konsep yang abstrak, yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola piker dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.
            Kompetensi Dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. Salah satu kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa yaitu mengubah pecahan kebentuk persen dan decimal serta sebaliknya. Kompetensi dasar ini merupakan integrasi dari pemecahan masalah pada pecahan.
            Merujuk pada langkah pembelajaran matematika, guru harus mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta tidak semua  siswa menyenangi pembelajaran matematika.
            Konsep-konsep pada kurikulum matematika SD dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Tujuan akhir pembelajaran matematika di SD ini yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran pada mata pelajaran matematika harus menyesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif siswa. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak. Akan tetapi dilapangan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Proses pembelajaran masih masih menggunakan model pembelajaran konvensional dan hanya menggunakan media pembelajaran yang masih sangat umum seperti papan tulis (whiteboard atau blackboard), alat tulis spidol atau kapur, dan penghapus. Siswa melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menyalin materi di papan tulis sehingga berdampak pada kurangnya waktu bagi siswa untuk belajar. Siswa bosan, malas, dan kurang siap dalam belajar karena harus mengejar tulisan yang ada di papan tulis. Siswa belum tentu fokus pada materi yang dijelaskan, tetapi fokus untuk menyalin materi yang ada di papan dan  belum tentu mereka pahami. Disamping itu perancangan perangkat pembelajaran tidak menyesuaikan dengan kondisi kesiapan siswa sehingga seringkali pada proses pembelajaran dihadapkan pada masalah waktu pembelajaran yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut Suherman (2003: 6) model pembelajaran langsung merupakan
“Suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari dan melatih ketrampilan dasar yang harus dimiliki siswa. Ketrampilan dasar yang dimaksud dapat berupa aspek kognitif maupun psikomotorik, seperti membuat catatan, merangkum isi bacaan, berpikir logis, mengkomunikasikan ide dan fakta, mengkonstruksi kalimatdan operasi hitung fakta dasar”.
Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah (Jazuli,2005).
Dalam hal ini penggunakan model pembelajaran langsung berperan penting dalam mengembangkan pengetahuan siswa khususnya pengetahuan deklaratif  yang berupa pernyataan bilangan angka pecahan ke bentuk desimal dan persen atau sebaliknya yang nilainya sama. Serta pengetahuan prosedural yang berupa langkah-langkah penyelesaian pemecahan masalah matematika. Agar model pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif maka peran media pembelajaran juga berperan penting untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Media pembelajaran yang digunakan yaitu media monopoli.
Menurut Monopoli Candi Internasional (2012) bahwa Media Monopoli merupakan 
“Sebuah media permainan. Permainan ini dimulai di petak “START” dan berjalan mengelilingi petakan-petakan tanah bangunan sesuai dengan angka yang muncul di mata batu dadu. Tanah bangunan boleh dibeli dengan catatan belum terbeli oleh lawan dan dengan harga yang telah ditentukan dengan menggunakan alat tukar uang palsu yang telah disediakan”.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa media monopoli merupakan sebuah permainan dengan tujuan untuk mempunyai tanah bangunan sebanyak-banyaknya. Terkait dengan itu, permainan monopoli bertujuan untuk meningkatkan daya kompetisi yang ada pada setiap pemain. Sehingga muncul sebuah persaingan sampai membuahkan hasil yang maksimal.
2.   Fenomena
            Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ahmad Musthofa Jamil,S.Pd. sebagai guru kelas V SD Negeri Yosorejo beliau menyatakan bahwa antara siswa satu dengan siswa lainnya memiliki karakteristik dan cara penerimaan materi yang berbeda-beda khususnya pada mata pelajaran matematika. Dalam pembelajaran matematika guru harus terus menerus memberikan soal latihan untuk setiap materi yang disampaikan, memang hanya untuk satu kompetensi dasar saja, namun didalam mata pelajaran matematika sangat banyak pengembangan permasalahan pemecahan matematika, sedangkan alokasi waktu sangat terbatas. Permasalahan berkembang pada penyelesaian soal latihan, siswa banyak yang mengeluh pada saat mata pelajaran matematika berlangsung karena dalam matematika lebih banyak latihan soal dari pada mata pelajaran lainnya.
            Berdasarkan hasil observasi bahwa rata rata nilai mata pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Yosorejo adalah yang terendah dari pada mata pelajaran lainnya yaitu sebesar 76. Dalam hal tersebut perlu bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran yang efektif serta penggunaan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa SD.
3.   Jurnal
Hasil peneliitian relevan yang dilakukan oleh Elistina tahun 2013/204 yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) Berbantuan Gambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar  Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Di Kelas V SDN 5 Basi  Kecamatan Basidondo Tolitoli” Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat tahap dengan jumlah siswa 30 orang, setiap siklus terdiri dari perencanaan pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Dari hasil tindakan siklus I diperoleh ketuntasan belajar yang mendapatkan nilai lebih dari 65 sebanyak 25 siswa atau sebesar 83,3% dari 30 siswa dengan nilai rata-rata 69,5, sedangkan 5 siswa memperoleh nilai kurang dari 65 atau sebesar 16,7% dari 30 siswa. Hasil tindakan siklus II diperoleh ketuntasan belajar yang mendapatkan nilai lebih dari 65 sebanyak 28 siswa atau sebesar 93,3% dari 30 siswa dengan nilai rata-rata 75,7, sedangkan 2 siswa memperoleh nilai kurang dari 65 atau sebesar 6,7% dari 30 siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 5 Basi.
Pada pengembangan media monopoli pada penelitian yang dilakukan oleh Thoriqurrofi’ Faiz Muhammad (2014) yang berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Monopoli Materi Menjumlahkan Dan Mengurangkan Berbagai Bentuk Pecahan Kelas V Sd Negeri Lowokwaru 1” Kualitas media pembelajaran monopoli berdasarkan validasi dari ahli media pembelajaran dan ahli materi memiliki kategori sangat baik. Presentase ahli kelayakkan media pada kelompok kecil adalah 76% (layak) dan kelompok besar adalah 91% (sangat layak). Persentase kesesusaian media oleh ahli materi pada kelompok kecil dan kelompok besar adalah 96 % (sangat sesuai). Respon siswa terhadap media pembelajaran monopoli. Persentase Uji kelompok kecil diperoleh hasil 71% (senang), sedangkan pada uji kelompok besar diperoleh persentase 92,5 % (sangat senang).
4.   Analisis
            Saya sebagai peneliti menyarankan bahwa untuk mengatasi masalah tersebut alternatif yang dipilih yaitu menggunakan media pembelajaran Monopoli Desicaper(desimal, pecahan, persen). Media pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman siswa pada kemampuan untuk memecahkan masalah sampai ke empat level soal pemecahan masalah serta media ini juga dilaksanakan dengan proses belajar sambal bermain.  Sehingga hasil belajar siswa pada materi mengubah pecahan ke desimal dan  persen serta sebaliknya dapat meningkat serta siswa dapat melaksanakan pembelajaran menemukan serta bermakna.

Komentar